Ilustrasi QRIS (HO)
MEDAN, Waspada.co.id – Bank Indonesia telah mengeluarkan kebijakan bahwa QRIS sudah tidak lagi gratis.
Menurut Ekonom Sumut, Gunawan Benjamin, ketetapan baru yang mengatur membebankan biaya sebesar 0,3 persen bagi merchant usaha mikro (UMKM), tidak boleh dibebankan kepada pembeli.
“Respon masyarakatpun beragam, dan wajar jika ada yang pro dan kontra. Terlebih aturan yang mengatur bahwa pembeli tidak bisa dibebankan dari kenaikan biaya penggunaan QRIS tersebut,” tuturnya, Senin (10/7).
Lalu apakah kebijakan dari BI tersebut efektif dan tidak memicu kenaikan harga jual produk UMKM, jadi kalau misalkan ada rumah makan yang menjajakan barang dagangannya, dan pembayarannya bisa menggunakan QRIS. Lantas harga nasi per bungkusnya adalah Rp10.000. Nah, QRIS akan mengenakan biaya Rp30.000 bagi pengguna jasa pembayaran QRIS.
“Sehingga larangan untuk membebankan kenaikan biaya QRIS tersebut sangat masuk akal. Angkanya sangat kecil sekali, dan menurut hemat saya seharusnya tidak memicu pembulatan harga jual ke atas. Jadi misalkan karena QRIS membebankan biaya 0,3 persen, lantas pedagang mensiasati dengan menaikkan harga jual nasi bungkusnya menjadi Rp11.000 atau Rp10.500,” ucap Gunawan.
Dikatakan, terjadi pembulatan yang sangat jauh sekali dari beban sebenarnya yang hanya Rp30.000 itu. Jadi pada dasarnya akan terlihat nantinya jikalau ada pengguna merchant yang menyesuaikan harga setelah kenaikan tarif. Idealnya kenaikan harga suatu barang itu akan mengacu kepada uang recehan terkecil yang banyak beredar di masyarakat.
“Misal jika kita sebagai pelanggan nasi bungkus, kenaikan yang paling biasa adalah Rp1000 per bungkusnya. Jadi kalau nasi bungkus naik dari Rp10.000 menjadi Rp11.000 itu terkesan biasa, kenaikannya terbilang wajar. Kalau naiknya Rp500 menjadi Rp10.500 terasa ganjil sekali kenaikan tersebut. Dan kalau naiknya Rp100 menjadi Rp10.100 apalagi naik Rp30 menjadi 10.030, ini bisa menimbulkan kecurigaan bahwa pedagang membebankan kenaikan biaya QRIS ke pembeli,” ungkapnya.
“Nah pembeli tentunya bisa merasakan perubahan harga nantinya. BI sendiri sudah mengarahkan kepada masyarakat untuk melaporkan jika terjadi kenaikan biaya QRIS yang turut dibebankan ke pembeli. Saya menilai kenaikan 0,3 persen itu pada dasarnya bisa ditolerir, sekalipun memang tetap membebani pedagang. Tetapi setidaknya pedagang tidak memanfaatkan kenaikan beban biaya QRIS, dengan menaikkan harga jual barang yang justru dimanfaatkan untuk meraup untung lebih dengan alibi kenaikan biaya QRIS,” tandasnya. (wol/eko/d1)
Waspada Online adalah media online pertama di Sumatera Utara yang resmi berdiri pada 11 Januari 1997 bertepatan dengan HUT Harian Waspada ke-50 dengan tujuan utama melengkapi sistem informasi sebagai referensi utama di Medan, Sumatera Utara, dan Aceh.
Follow Us
Waspada Online © 2020 All right reserved.
Waspada Online © 2020 All right reserved.